Nama : Reza Kusuma Dewi
Kelas/Tingkat : Manajemen M/1
NPM : 118020438
MUSEUM LINGGARJATI - BANGUNAN CAGAR BUDAYA INDONESIA
Museum Linggarjati merupakan salah satu bangunan cagar budaya Indonesia yang berlokasi di Jl. Linggasana No.74, Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Berawal dari rumah gubuk milik Ibu Jasitem pada tahun 1918 yang kemudian dirombak menjadi bangunan semi permanen pada tahun 1930 oleh seorang Bangsa Belanda bernama Tersana (Margen).
Seiring berjalannya waktu, bangunan tersebut sudah beberapa kali berubah kepemilikan dari tangan satu ke tangan lainnya. Selain itu, seiring berubahnya kepemilikan, bangunan tersebut pun mengalami peralihan fungsi dari bangunan pribadi, villa, hotel, sekolah dasar, hingga akhirnya menjadi sebuah bangunan cagar budaya.
Diresmikannya bangunan tersebut sebagai Bangunan Cagar Budaya karena bangunan tersebut merupakan saksi bisu pengakuan bangsa Belanda terhadap Kemerdekaan Republik Indonesia dan memiliki histori sejarah yang berdampak hingga saat ini.
Peristiwa sejarah yang terjadi di dalam bangunan tersebut ialah terjadinya perundingan antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda.
Perundingan tersebut menghasilkan beberapa perjanjian antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda, salah satunya ialah pengakuan secara de facto bangsa Belanda atas Kemerdekaan Republik Indonesia.
Bermula saat masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda yang melopori beberapa perundingan antara Indonesia dengan Belanda, salah satu perundingan yang terjadi adalah perundingan Linggarjati yang dilaksanakan di gedung Perundingan Linggarjati, Cilimus.
Pemerintah Inggris yang berperan sebagai penanggung jawab atas konflik politik dan militer di kawasan Asia mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia sebagai mediator dalam perundingan antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda.
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (ketua), A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, Mohammad Roem dan pemerintah Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn (ketua), H. J. van Mook, Max van Pool, F. de Boer.
Perundingan berlangsung pada tanggal 11 November 1946 sampai 13 November 1946. Meskipun berlangsung pada tanggal 11-13 November 1946 namun penandatanganan perjanjian dilakukan pada 25 Maret 1947 karena sebelum penandatanganan dilakukan, para delegasi melakukan perbaikan terhadap isi-isi perjanjian agar kedua belah pihak bisa menemui titik temu untuk menyetujui perjanjian ini.
Perundingan tersebut menghasilkan beberapa perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. Di mana perjanjian tersebut di kenal dengan nama Perjanjian Linggarjati sesuai dengan tempat diadakannya perundingan tersebut.
Beberapa poin dan pasal penting yang tercantum dalam perjanjian Linggarjati di antaranya sebagai berikut.
Pertama, Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
Kedua, Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Ketiga, pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
Keempat, dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai kepalanya.
Dengan adanya penandatanganan tersebut, maka secara tidak langsung bangsa Belanda mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sudah merdeka.
Sejak peristiwa perundingan tersebut, gedung ini sering disebut sebagai Gedung Naskah Linggarjati.
Saat agresi militer Belanda ke-2 gedung ini dijadikan sebagai markas bangsa Belanda dan sempat menjadi sekolah dasar pada tahun 1950 dengan nama Sekolah Dasar Negeri Linggarjati (SD Negeri Linggarjati).
Seiring berjalannya waktu, Pemerintah Indonesia menyerahkan gedung tersebut pada departemen pendidikan dan kebudayaan untuk dijadikan sebuah museum memorial.
Pada tahun 1976 museum tersebut diresmikan sebagai salah satu museum memorial dan bangunan cagar budaya yang dikenal dengan nama Museum Perundingan Linggarjati.
MENELAAH PERUNDINGAN LINGGARJATI DI KUNINGAN -JAWA BARAT
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia telah dijajah selama kurang lebih 3,5 abad oleh bangsa Belanda dan kurang lebih 3,5 tahun oleh bangsa Jepang.
Tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan Bom Atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri. Singkat cerita, berita tersebut pun di dengar oleh golongan muda Indonesia yang akhirnya bergegas mendesak golongan tua supaya segera memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tanggal 16 Agustus 1945, naskah proklamasi kemerdekaan telah selesai dirancang dan siap di bacakan. Pagi hari, tanggal 17 Agustus 1945 Naskah Proklamasi Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno yang di dampingi oleh Moh. Hatta pada upacara pengibaran sang saka merah putih di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56. Meskipun sudah memproklamasikan kemerdekaan, bangsa Indonesia belum sepenuhnya merdeka karena masih berstatus quo.
Masuknya AFNEI diboncengi NICA ke Indonesia karena pemberian status quo oleh Jepang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda.
Bangsa Inggris yang saat itu bertugas sebagai penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober 1946 dan rencana untuk mengadakan perundingan lebih lanjut, yakni Perundingan Linggarjati yang akan dilaksanakan mulai tanggal 11 November 1946.
Tanggal 11 November 1946 dilaksanakanlah Perundingan Linggarjati antara Indonesia dengan Belanda di Gedung Perundingan Linggarjati Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Gedung ini dipilih karena lokasinya yang ada di tengah-tengah antara Ibukota Jakarta yang dikuasai Pemerintah Hindia Belanda saat itu, dan Yogyakarta yang dikuasai Pemerintah Republik Indonesia.
Perundingan ini dihadiri oleh para delegasi Indonesia dan delegasi Belanda dengan Lord killearn sebagai mediatornya. Selain para delegasi dari kedua belah pihak, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta pun ikut menghadiri perundingan tersebut. Perundingan berlangsung tanggal 11-13 November 1946 dan resmi ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 karena adanya beberapa pertimbangan yang harus disesuaikan dengan kehendak dari kedua belah pihak.
Berikut 3 poin penting yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati dan terukir pada monumen batu yang ada di taman Museum Perundingan Linggarjati Kuningan, Jawa Barat.
Pertama, Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Paling lambat Belanda harus meninggalkan daerah de facto 1 Januari 1949.
Kedua, Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
Terakhir, Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus karena pihak Belanda masih salah menafsirkan isi dari perjanjian Linggarjati. Akhirnya, Belanda pun mengadakan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947.
MUSEUM PERUNDINGAN LINGGARJATI - TEMPAT REKREASI EDUKATIF
Museum Perundingan Linggarjati merupakan salah satu bangunan cagar budaya sekaligus tempat rekreasi edukatif yang berada di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.
Museum Linggarjati merupakan tempat bersejarah, di mana di tempat tersebut pernah terjadi peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut ialah Perundingan Linggarjati antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda.
Perundingan Linggarjati mencakup beberapa kesepakatan antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda, salah satunya ialah pengakuan secara de facto mengenai Kemerdekaan Republik Indonesia oleh bangsa Belanda.
Sejak 1976 gedung ini diserahkan oleh pemerintah kepada departemen pendidikan dan kebudayaan untuk dijadikan Museum Memorial, yang hingga saat ini dikenal dengan nama Museum Perundingan Linggarjati.
Sejak diresmikan menjadi museum, bangunan tersebut dibuka untuk dijadikan salah satu tujuan rekreasi saat libur tiba. Selain berekreasi, kita juga akan mendapatkan pengetahuan mengenai sejarah khususnya mengenai perundingan linggarjati antara Bangsa Indonesia dengan Bangsa Belanda yang dilaksanakan di tempat tersebut.
Di sepanjang jalan menuju museum, pengunjung akan merasakan kesejukan alam kuningan yang masih asri. Saat sampai di museum, pengunjung dapat melihat indahnya gunung ceremai yang jarak pandangnya masih terbilang dekat.
Lapangan parkir yang disediakan di dekat museum cukup luas. Bagi sekolah-sekolah yang akan melakukan study tour, parkiran yang tersedia pun mampu menampung beberapa bus pariwisata dalam satu waktu.
Untuk masuk ke dalam museum, pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk sebesar Rp. 2000 per orang untuk sekali masuk dan tanpa batasan waktu.
Di dalam museum, pengunjung diajak melihat dan merasakan sensasi bagaimana jalannya perundingan pada masa lalu dengan beberapa barang peninggalan dan barang duplikat lain yang ada saat perundingan berlangsung.
Di ruang perundingan, pengunjung dapat mengetahui nama-nama tokoh yang menghadiri perundingan linggarjati. Selain barang-barang yang digunakan pada masa lalu, di ruangan ini pengunjung pun dapat melihat beberapa gambar yang dilengkapi keterangan agar mudah mendapatkan informasi sesuai gambar yang ditampilkan.
Bagi pengunjung yang ingin penjelasan lebih rinci mengenai museum ataupun jalannya perundingan, di sini terdapat kurang lebih 12 pengurus dan pengelola dengan kemampuannya masing-masing yang siap mendampingi dan memberikan penjelasan mengenai jalannya perundingan.
Di bagian belakang museum terdapat kandang rusa dan taman luas yang dihiasi oleh pohon-pohon rindang dan terdapat pula tangga yang menuju ke bawah taman. Di taman bawah terdapat monumen yang bertuliskan poin-poin perjanjian linggarjati. Selain itu, terdapat pula batu hitam dengan ukiran lima pilar masyarakat Indonesia yang dibangun di atas monumen.
Ukiran kelima pilar tersebut antara lain, petani, pemuka agama, wanita, tentara, dan pemuda yang saling berangkulan. Hal ini menggambarkan kekuatan utama bangsa Indonesia yang selalu bersatu di tengah perbedaan status dalam membela kepentingan bangsa dan negara.
Di bagian taman bawah pun terdapat toilet umum (laki-laki dan perempuan) yang bisa digunakan oleh pengunjung dan pengunjung hanya perlu membayar Rp. 2000 per orang.
Saat waktu sholat tiba, pengunjung tidak perlu pusing mencari mushola karena di samping museum terdapat mushola yang bisa digunakan untuk sholat atau sekedar meneduh saat hujan turun.
Bagi pengunjung yang merasa haus atau bahkan lapar, di sekitar museum juga terdapat warung-warung yang berada di sekitar parkiran. Soal biaya, pengunjung tidak perlu khawatir karena warung-warung tersebut menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman dengan harga yang cukup terjangkau.
NAPAK TILAS - GEDUNG PERUNDINGAN LINGGARJATI
Museum Perundingan Linggarjati merupakan tempat berlangsungnya Perundingan Linggarjati antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda sekaligus menjadi saksi bisu peristiwa bersejarah. Di mana pada saat perundingan tersebut untuk pertama kalinya bangsa Belanda mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia secara de facto.
Museum Perundingan Linggarjati berlokasi di Jl. Linggasana No.74, Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Lokasinya yang berada di pedesaan membuat lingkungan di sekitar museum masih sangat asri untuk dikunjungi.
Sebelum diresmikan, gedung perundingan tersebut merupakan rumah gubuk milik Ibu Jasitem yang dibangun pada tahun 1918. Seiring berjalannya waktu dan pindahnya hak milik, bangunan tersebut pun ikut berubah fungsi.
Pada tahun 1930, bangunan tersebut beralih tangan pada seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Jacobus (Koos) Van os. Kemudian, ia mengubah rumah gubuk tersebut menjadi bangunan semi permanen yang merupakan cikal bakal gedung museum. Perubahan struktur bangunan memiliki tujuan awal sebagai tempat peristirahatan keluarga Van Os.
Tahun 1935, bangunan tersebut di kontrak oleh Heiker, seseorang berkebangsaan Belanda yang kemudian dijadikannya hotel bernama hotel Rustoord.
Tahun 1942 saat bangsa Jepang menjajah bangsa Indonesia, hotel tersebut diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi hotel Hokay Ryokan.
Tahun 1945 saat bangsa Indonesia merdeka, hotel tersebut diambil alih oleh pemerintahan bangsa Indonesia dan berganti nama menjadi hotel Merdeka.
Di sinilah asal mula sebuah Perundingan Linggarjati dilaksanakan. Bermula saat masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia pada 29 September 1945 yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda yang melopori beberapa perundingan antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda, salah satu perundingan yang terjadi adalah perundingan Linggarjati yang dilaksanakan di gedung Perundingan Linggarjati, Cilimus.
Pada tanggal 11-13 November 1946, gedung tersebut dijadikan sebagai tempat berlangsungnya Perundingan Linggarjati antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda. Gedung ini dipilih karena lokasinya yang ada di tengah-tengah antara Ibukota Jakarta yang dikuasai Pemerintah Hindia Belanda saat itu, dan Yogyakarta yang dikuasai Pemerintah Republik Indonesia.
Perundingan tersebut dihadiri oleh para delegasi bangsa Indonesia dan bangsa Belanda dengan Lord Killearn seorang berkebangsaan Inggris yang di tugaskan sebagai mediator dalam perundingan tersebut.
Perundingan Linggarjati menghasilkan beberapa perjanjian, tiga di antaranya terukir pada monumen batu yang terdapat di taman bawah museum. Tiga poin tersebut ialah sebagai berikut.
Pertama, Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Paling lambat Belanda harus meninggalkan daerah de facto 1 Januari 1949.
Kedua, Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
Terakhir, Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Semenjak Perundingan Linggarjati dilaksanakan di gedung tersebut dan menghasilkan naskah Persetujuan Linggarjati, gedung tersebut sering disebut GEDUNG NASKAH LINGGARJATI.
Tak lama, gedung tersebut sempat menjadi gedung kosong tak berpenghuni yang kemudian dijadikan sebuah sekolah dengan nama SD N Linggarjati.
Pada tahun 1976, gedung tersebut diserahkan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan museum memorial bangsa Indonesia.
Sejak saat itulah gedung beserta lahan yang luasnya kurang lebih 20.000 m2 tersebut resmi dijadikan museum memorial dengan nama Museum Perundingan Linggarjati hingga saat ini.
BERLIBUR SAMBIL BELAJAR DI MUSEUM PERUNDINGAN LINGGARJATI
Museum Perundingan Linggarjati merupakan salah satu tempat wisata yang terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Tempat ini bisa dijadikan tujuan wisata ketika libur tiba ataupun sekedar mengisi weekend bersama keluarga ataupun teman sebaya.
Lokasi museum yang mudah dijangkau oleh kendaraan pun merupakan suatu alasan museum ini menjadi tempat yang recomended untuk tujuan wisata bareng keluarga. Selain itu, lokasi museum yang berada di pedesaan pun dapat menghasilkan suasana baru setelah menghadapi kehidupan kota yang melelahkan.
Bagi pengunjung yang berlibur bareng keluarga besar menggunakan bus, tidak perlu mengkhawatirkan tempat parkir karena di depan museum terdapat tempat parkir luas yang dikhususkan untuk pengunjung museum.
Yang mau mengisi waktu berlibur namun uang hasil menabung tak sesuai ekspetasi, berlibur di sini bisa jadi pilihan loh. Tak perlu khawatir soal biaya masuk yang mahal, karena biaya masuk yang perlu dibayar sangat terjangkau, yaitu Rp. 2000 per orang dan ini hanya sekali untuk waktu yang tak ditentukan, dengan kata lain para pengunjung bisa bebas menghabiskan waktu di sini.
Seperti namanya, gedung ini pernah dipakai sebagai lokasi berlangsungnya perjanjian antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda. Perundingan tersebut berlangsung pada 11-13 November 1946 dan dihadiri oleh para delegasi dari kedua belah pihak serta Lord Killearn yang bertugas sebagai moderator dalam perundingan tersebut.
Meskipun perundingan dilaksanakan pada 11-13 November 1946, namun penandatanganan baru dilaksanakan pada 25 Maret 1947 karena masih ada beberapa hal yang perlu disesuaikan sesuai harapan dan keinginan dari kedua belah pihak.
Hasil Perundingan Linggarjati ini menghasilkan beberapa kesepakatan bersama, dan terdapat 3 poin penting yang terukir pada monumen perundingan yang terdapat pada taman museum di bagian bawah. Selain monumen berisi 3 poin penting perjanjian, pengunjung akan merasakan sensasi jalannya perundingan saat memasuki gedung museum.
Di dalam gedung museum terdapat gambar-gambar mengenai sejarah gedung ataupun suasana perundingan pada masa dulu. Selain itu, di dalam gedung pun terdapat beberapa barang asli dan beberapa barang duplikat yang dipakai saat perundingan terjadi. Salah satu barang asli yang terdapat di dalam gedung ialah sebuah piano yang terletak di ruang tengah, tempa perundingan terjadi.
Keluar dari gedung, di sebelah gedung terdapat mushola yang diperuntukkan bagi para pengunjung yang akan menunaikan sholat.
Tak jauh dari mushola, terdapat kandang rusa yang belum lama ini ditambahkan oleh pihak pengelola untuk menarik minat pengunjung lebih banyak lagi. Rusa yang terdapat di sini, didatangkan langsung dari Istana Bogor.
Di samping kandang rusa, terdapat taman yang terbentang luas yang dihiasi dengan pohon-pohon rindang untuk menyejukkan lingkungan sekitar.
Saat pengunjung berada di taman bawah dan ingin pergi ke toilet tapi malas pergi ke toilet dekat gedung, tak perlu khawatir karena di taman bawah tepatnya di bagian kiri taman juga terdapat toilet umum pria maupun wanita yang bisa digunakan, dan pengunjung hanya perlu membayar Rp. 2000 per orang.
Saat pengunjung lapar atau haus, tak perlu khawatir karena di sekitar parkiran terdapat beberapa warung yang menyediakan makanan, minuman, dan jajanan dengan harga yang terjangkau.
Selain seru dan semua biaya masih terjangkau, rekreasi ke tempat yang memiliki histori sejarah juga bisa menambah pengetahuan kita mengenai perjuangan para tokoh terdahulu dalam menggapai kemerdekaan dan tentunya bisa menumbuhkan rasa nasionalisme kita pada negeri ini.