Gedung perundingan
lingarjati terletak di desa linggarjati, kecematan cilimus, sekitar 14 kilo
meter,dari kota cirebon. Gedung ini pernah jadi tempat perundingan pertama
antara republik indonesia dengan belanda pada tanggal 11 sampai 13 november
1946. Dalam perundingan itu, pemerintah republik indonesia diwakili oleh
perdana mentri sultan syahrir, sedangkan pemerintah kerajaan belanda diwakili
oleh dr.van boer. Sementara yang menjadi pihak penengah adalah lord killearn,
wakil kerajaan inggris. Perundingan tersebut menghasilkan naskah perjanjian
linggarjati yang terdiri dari tujuh belas pasal yang selanjutnya ditanda
tangani dijakarta pada tanggal 25 maret 1945. Persitiwa perundingan yang
berlangsung tiga hari itu ternyata merupakan satu mata rantai sejarah yang
mampu mengangkat nama sebuah bangunan mungil di desa terpencil itu menjadi
terkenal diseluruh nusantara, bahkan diberbagai penjuru dunia. Bangunan itu
kemudian dipugar oleh pemerintah tahun 1976 dan dijadikan sebagai bangunan
cagar budaya dan sekaligus objek wisata sejarah.
Gedung ini pertama kali
dibangun oleh tuan mergen atau yang dikenal juga dengan sebutan tuan tersana
sekitar tahun 1921. Tuan tersana adalah pemilik pabrik gula tersana baru
didaerah cirebon. Setelah menikahi seorang janda kembang bernama jasitem, konon
ia kemudian membangun rumah peristirahatan atau vila, sebab daerah yang berada
di ketinggian 400 meter diatas permukaan laut ini cukup sejuk dengan latar
belakang pemandangan gunung ciremai yang indah.
Gedung linggarjati
memiliki luas tanah 19.946 meter persegi. Dengan miliki bangunan dengan
arsitektur zaman dahulu (arsitektur tua). Bahan-bahan pada gedung linggarjati
memiliki kualitas yang sangat baik, terbukti sampai sekarang ini bangunan
linggarjati masih kokoh berdiri. Pengerjaan bangunan ini sangatlah tersusun
rapih dan indah dipandang mata. Setiap harinya para pengelola merawat bangunan
itu dengan sangat baik contohnya saja, mengepel lantai tanpa menggunakan sabun,
menyapu setiap sudut ruangan dengan bersih,mengelap kaca dan lain-lain. Semua hal
itu sudah menjadi perlakuan yang datang dari hati nurani masyarakat sekitar
yang peduli akan warisan budaya bangsa kita untuk warisan anak cucu dimasa
depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar